Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang
membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya.
Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh
organisasi.
Budaya organisasi berkaitan dengan
bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya suatu
organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu
atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif, bukan seperti kepuasan kerja yang lebih bersifat evaluatif.
Penelitian mengenai budaya organisasi berupaya
mengukur bagaimana karyawan memandang organisasi mereka:
Sebaliknya, kepuasan kerja berusaha mengukur respons afektif terhadap lingkungan kerja, seperti bagaimana karyawan
merasakan ekspektasi organisasi, praktik-praktik imbalan, dan
sebagainya.
Asal muasal budaya organisasi
Ingvar Kamprad, pendiri IKEA. Sumber dari budaya organisasi yang tumbuh di IKEA
adalah pendirinya. Kebiasaan, tradisi, dan cara umum dalam melakukan segala sesuatu yang
ada di sebuah organisasi saat ini merupakan hasil atau
akibat dari yang telah dilakukan sebelumnya dan seberapa besar kesuksesan yang
telah diraihnya di masa lalu. Hal ini mengarah pada sumber tertinggi budaya sebuah organisasi: para pendirinya.
Secara tradisional, pendiri organisasi memiliki pengaruh besar terhadap
budaya awal organisasi tersebut. Pendiri organisasi tidak memiliki kendala
karena kebiasaan atau ideologi sebelumnya. Ukuran kecil yang biasanya mencirikan
organisasi baru lebih jauh memudahkan pendiri memaksakan visi mereka pada
seluruh anggota organisasi. Proses penyiptaan budaya terjadi dalam tiga cara.
Pertama, pendiri hanya merekrut dan mempertahankan karyawan yang sepikiran dan seperasaan dengan mereka. Kedua,
pendiri melakukan indoktrinasi dan menyosialisasikan cara pikir
dan berperilakunya kepada karyawan. Terakhir, perilaku pendiri sendiri
bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasi
diri dan, dengan demikian, menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi pendiri
tersebut. Apabila organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang
sebagai faktor penentu utama keberhasilan itu. Di titik ini, seluruh kepribadian para pendiri jadi melekat dalam
budaya organisasi.
Karakteristik budaya organisasi
Penelitian
menunjukkan bahwa ada tujuh karakteristik utama yang, secara keseluruhan,
merupakan hakikat budaya organisasi.
- Inovasi dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko.
- Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, d perhatian pada hal-hal detail.
- Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
- Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
- Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim ketimbang pada indvidu-individu.
- Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
- Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
Nilai dominan dan subbudaya organisasi
Budaya organisasi mewakili sebuah persepsi yang sama dari para anggota
organisasi atau dengan kata lain, budaya adalah sebuah sistem makna bersama.
Karena itu, harapan yang dibangun dari sini adalah bahwa individu-individu yang memiliki latar belakang yang berbeda
atau berada di tingkatan yang tidak sama dalam organisasi akan memahami budaya
organisasi dengan pengertian yang serupa.
Sebagian besar organisasi memiliki budaya dominan dan banyak subbudaya.
Sebuah budaya dominan mengungkapkan nilai-nilai inti yang dimiliki bersama oleh
mayoritas anggota organisasi. Ketika berbicara tentang budaya sebuah organisasi, hal tersebut merujuk pada budaya dominannya,
jadi inilah pandangan makro terhadap budaya yang memberikan kepribadian tersendiri dalam organisasi. Subbudaya cenderung berkembang di dalam organisasi besar untuk merefleksikan masalah, situasi, atau pengalaman yang sama
yang dihadapi para anggota. Subbudaya mencakup nilai-nilai inti dari budaya
dominan ditambah nilai-nilai tambahan yang unik.
Jika organisasi tidak memiliki
budaya dominan dan hanya tersusun atas banyak subbudaya, nilai budaya
organisasi sebagai sebuah variabel independen akan berkurang secara signifikan
karena tidak akan ada keseragaman penafsiran mengenai apa yang merupakan perilaku semestinya dan perilaku yang tidak
semestinya. Aspek makna bersama dari budaya inilah yang menjadikannya sebagai
alat potensial untuk menuntun dan membentuk perilaku. Itulah yang memungkinkan
seseorang untuk mengatakan, misalnya, bahwa budaya Microsoft menghargai keagresifan dan pengambilan risiko dan
selanjutnya menggunakan informasi tersebut untuk lebih memahami perilaku dari
para eksekutif dan karyawan Microsoft. Tetapi, kenyataan yang tidak dapat
diabaikan adalah banyak organisasi juga memiliki berbagai subbudaya yang bisa
memengaruhi perilaku anggotanya.
Pengaruh budaya organisasi
Budaya
memiliki sejumlah fungsi dalam organisasi :
·
Batas
Budaya berperan sebagai penentu
batas-batas; artinya, budaya menciptakan perbedaan atau yang membuat unik suatu
organisasi dan membedakannya dengan organisasi lainnya.
·
Identitas
Budaya memuat rasa identitas suatu
organisasi.
·
Komitmen
Budaya memfasilitasi lahirnya
komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan individu.
·
Stabilitas
Budaya meningkatkan stabilitas
sistem sosial karena budaya adalah perekat sosial yang membantu menyatukan
organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya
dikatakan dan dilakukan karyawan.
·
Pembentuk sikap dan perilaku
Budaya bertindak sebagai mekanisme
alasan yang masuk akal (sense-making) serta kendali yang menuntun dan
membentuk sikap dan perilaku karyawan. Fungsi terakhir inilah yang paling
menarik. Sebagaimana dijelaskan oleh kutipan berikut, budaya mendefinisikan
aturan main:
Dalam definisinya, bersifat samar,
tanmaujud, implisit, dan begitu adanya. Tetapi, setiap organisasi mengembangkan
sekmpulan inti yang berisi asumsi, pemahaman, dan aturan-aturan implisit yang
mengatur perilaku sehari-hari di tempat kerja... Hingga para pendatang baru
mempelajari aturan, mereka tidak diterima sebagai anggota penuh organisasi.
Pelanggaran aturan oleh pihak eksekutif tinggi atau karyawan lini depan membuat
publik luas tidak senang dan memberi mereka hukuman yang berat. Ketaatan pada
aturan menjadi basis utama bagi pemberian imbalan dan mobilitas ke atas.
·
Menciptakan budaya organisasi yang etis
Isu dan kekuatan suatu budaya
memengaruhi suasana etis sebuah organisasi dan perilaku etis para anggotanya.]
Budaya sebuah organisasi yang punya kemungkinan paling besar untuk membentuk
standar dan etika tinggi adalah budaya yang tinggi toleransinya terhadap risiko
tinggi, rendah, sampai sedang dalam hal keagresifan, dan fokus pada sarana
selain juga hasil. Manajemen dapat melakukan beberapa hal dalam menciptakan budaya
yang lebih etis.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_organisasi